Mengapa Perlu Revolusi Mental


Hasil-hasil survei internasional sering menunjukkan bahwa dalam hal yang baik, angka untuk Indonesia cenderung rendah, tetapi dalam hal yang buruk cenderung tinggi.
Contoh, data Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat korupsi di sektor publik, dari 177 negara dan dengan 177 skor, Indonesia berada di rangking 114 dengan skor 32.
Ini di bawah Ethiopia yang berada pada posisi 111.

Masyarakat Indonesia sendiri merasa resah melihat perilaku, sikap serta mentalitas kita yang saling serobot di jalan raya, tak mau antre, kurang penghargaan terhadap orang lain. Serangkaian FGD (kelompok diskusi terfokus)  di Jakarta, Aceh, dan Papua yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Revolusi Mental Rumah Transisi juga menggambarkan keresahan masyarakat tentang karakter kita sebagai bangsa.

FGD ini melibatkan 300 orang budayawan, seniman, perempuan, netizen, kaum muda,  pengusaha, birokrat, tokoh agama/adat, akademisi dan LSM.

Kesimpulan yang didapat adalah kita memang butuh mengubah mentalitas secara revolusioner karena adanya gejala :
1. krisis nilai dan karakter
2. krisis pemerintahan: pemerintah ada tapi tidak hadir, masyarakat menjadi obyek pembangunan,
3. krisis relasi sosial : gejala intoleransi.

Beberapa kutipan dari peserta FGD :
"Ada sesuatu yang salah tentang nilai. Ada nilai luhur bangsa yang terlupa..."
- Tokoh Sektor Privat, FGD Jakarta

"...Orang yang berperilaku baik, Jujur dan bersih justru tidak populer, mereka yang baik menjadi musuh bersama."
- Birokrat, FGD Aceh

"...Peradaban Indonesia sedang berhenti..."
- Seniman, FGD Jakarta

"Birokrasi sekarang: Gendut, berbelit, rapuh"
- Birokrat, FGD Jakarta

"Di Kemenpora, program kebanyakan seminar saja. Kedepan harus  lebih fokus dalam pembangunan mental demi masa depan Indonesia."
- Tokoh Muda, FGD Aceh

"Penegakkan hukum gak jelas antara yang salah dan benar tapi tergantung lobby. Kita cenderung menghormati orang dari penampilannya, bukan apa yang dilakukan.  "
- Tokoh Sektor Privat, FGD Jakarta.

"Saya pikir dalam waktu 5 tahun terakhir ini kondisi semakin buruk karena pemerintah semakin tidak mendengarkan (rakyat), ada, tapi tidak hadir."
- Netizen, FGD Jakarta

"Respons Pemerintah lama, masyarakat menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri"
- Tokoh LSM, FGD Jakarta

"Masyarakat mengalami kehilangan kepercayaan terhadap Pemerintah"
- Tokoh LSM, FGD Jakarta

"Yang perlu diubah adalah mentalitas proyek"
- Tokoh Agama, FGD Jakarta

"Saat ini kita berada dalam situasi bahwa toleransi mengalami kemunduran dibandingkan 15 tahun yang lalu"
- Tokoh Agama, FGD Jakarta.
Keresahan masyarakat kita ini harus dijawab dan diberikan solusi sebelum berjalan lebih jauh lagi. Bila sejak merdeka kita sibuk dengan pembangunan fisik, maka saatnya kita bangun pula mental kita. Pembangunan ini akan kita lakukan dengan berbagai gerakan bersama, kolaborasi antara masyarakat dan swasta yang didukung oleh pemerintah.
Perubahan dimulai saat ini dan berawal dari diri sendiri, dilakukan bersama untuk Indonesia yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar